Pendahuluan Pengantar Ilmu dan Industri Peternakan Bab 1
BAB I
PENDAHULUAN
Peternakan di Indonesia umumnya masih
merupakan usaha pelengkap/sambilan, baik dalam bentuk backyard farming
maupun small holder; dimana petani mengusahakan tanaman padi, palawija,
tanaman tua dan memelihara beberapa ekor ternak. Savana kering Nusa
Tenggara Timur, peternakan sapi agak menonjol, tetapi tidak/kurang
berfungsi dalam membantu usaha tani. Ternak yang banyak dipelihara
adalah sapi, kerbau yang berfungsi sebagai tenaga kerja, pupuk,
transportasi dan tabungan hari tua, disamping ternak kecil lainnya.
Ternak di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan petani (kecuali ternak ayam yang dewasa ini sudah mulai
berkembang, dan merupakan usaha peternakan yang dipelihara secara
insentif), dimana sistem peternakan Indonesia yang bersifat small
holder erat hubungannya dengan kepadatan penduduk/petani sehingga
terdapat kesan bahwa konsentrasi populasi ternak yang tinggi terdapat
di Jawa dimana hampir 60% ternak Indonesia berada pada daerah hanya
seluas 6% dari luas Indonesia. Ada korelasi antara ternak ruminansia
dengan kepadatan penduduk, yang menunjukkan pentingnya peranan
ternak tersebut.
Kedudukan peternakan dalam sistem pertanian ditentukan oleh cara dan pemeliharaan ternak oleh petani. Masalah pokok pertanian
terutama didaerah padat penduduk (Jawa, Bali dan Lombok) adalah tidak
tersedianya tanah garapan yang cukup disamping banyaknya tenaga kerja,
sedangkan didaerah jarang penduduk, tanah garapan kekurangan tenaga
kerja.
Untuk membangun sektor pertanian/ yang baik di
Indonesia, GBHN sudah menggariskan kebijaksanaan dalam usaha
intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pertanian dengan asumsi
ternak adalah “industri biologis”. Ekstensifikasi ditempuh dengan
menggiatkan transmigrasi yang didukung oleh pembinaan sistem ekonomi
koperasi. Untuk itu daerah aliran sungai diluar Jawa yang masih jarang
penduduknya, dan banyaknya padang alang-alang yang sudah semakin luas
akibat shifting cultivation dan penebangan hutan dapat diubah menjadi
daerah pertanian dan peternakan.
Pada sisi lain, terutama didaerah sub urban telah
mulai berkembang peternakan komersial terutama ayam potong dan petelur
dalam skala menengah dan besar yang telah menjurus kepada industri
perunggasan, kendati belum sepenuhnya efisien sebagaimana didaerah sub
tropika daerah asal pengembangan ayam ras tersebut.
1.1. Domestifikasi Hewan Menjadi Ternak
Menurut Brown dan Eckholn (1977), selama hampir 2
juta tahun lamanya manusia dapat mempertahankan hidupnya dengan jalan
berburu dan memungut (hunting and gathering) biji-bijian (sereal),
kacang-kacangan dan umbi-umbian, sedangkan manusia ditepi pantai dengan
menangkap ikan dan memungut hasil tanaman. Pada dasarnya hidup adalah
usaha mencari pangan dibawah intaian bahaya mati kelaparan. Kemudian
belum lebih kurang 10.000 tahun terakhir manusia mulai belajar
menjinakkan binatang dan tumbuh-tumbuhan, yang menjadi titik tolak
berubahnya pola hidup berburu menjadi bertani. Perburuan yang tidak
bisa ditentukan hasilnya ini telah digantikan oleh usaha tani yang
dipengaruhi oleh lingkungan dan klimat yang tidak menentu pula.
Pada awalnya proses penjinakan hewan (domestifikasi) berlangsung
secara tidak sengaja dimana adanya anak sapi/anjing yang mendekat
kepada manusia, kemudian mulai saling mendekat yang akhirnya menjadi
jinak. Hal yang sama juga terjadi pada tumbuhan, berupa sisa-sisa
ataupun butir buah yang tumbuh didekat kediaman manusia.
Bukti sejarah berupa antheologi pertama menunjukkan
bahwa sapi telah dijinakkan di Mesir 5000 tahun sebelum Masehi dan di
Irak tahun 4500 SM. Demikian pula dilaporkan oleh Williamson dan Payne
(1978), bahwa nenek moyang sapi modern berasal dari sapi Asia Tengah
yang dijinakkan 8000 tahun Sebelum Masehi.
Pada waktu manusia pertama kalinya bergerak dan
hidup dibidang pertanian, dibumi ini hidup tidak lebih dari 10 juta
orang, kurang dari penduduk Jakarta. Sejak itu sejalan dengan
perkembangan peradapan dan budaya, serangkaian inovasi teknologi telah
menyebabkan makin beragamnya hewan yang didomestifikasi baik untuk
diternakkan maupun keperluan lainnya. Adanya inovasi teknologi telah menyebabkan kapasitas produksi pangan dunia baik nabati maupun hewani berlipat ganda hasilnya.
Diantara inovasi tersebut yang menonjol adalah
penggunaan irigasi, pemakaian binatang tarik (tenaga kerja), pertukaran
tanaman dari Dunia Lama ke Dunia Baru (dengan ditemukannya benua
Amerika), pengembangan pupuk kimiawi dan peptisida, kemajuan genetik
tanaman oleh Mendel dan terciptanya
mesin uap.
Irigasi merupakan usaha terpenting manusia untuk
mengatur lingkungan guna menghasilkan pangan lebih banyak. Ini telah
dimulai sejak 6000 SM di lembah Tigris dan Eufrat. Selanjutnya
pemakaian tenaga ternak membantu tenaga otot manusia dalam meningkatkan
kapasitas produksi.
Sedangkan perpindahan tanaman antara Dunia Lama
(Eropa/Asia) dengan Dunia Baru (Amerika) merupakan pertukaran dua arah
dan banyak diantara tanaman tersebut lebih produktif ditempatnya yang
baru, sedangkan ternak semuanya berasal dari Dunia Lama kecuali kalkun
dari Amerika.
Sejak tahun 1950 peningkatan produksi pangan
didorong oleh penggunaan pupuk kimiawi yang erat hubungannya pula
dengan penggunaan pestisida.
Terciptanya mesin pertanian menyebabkan tenaga
manusia bertambah dengan energi mesin. Barangkali duapertiga tanah
pertanian dunia dewasa ini digarap dengan mesin.
Sejak Mendel menemukan azas pokok mengenai
genetika, kemampuan manusia untuk merubah komposisi genetik; baik
tanaman dan ternak menyebabkan diperolehnya serangkaian kemajuan yang
sangat meningkatkan kapasitas produksi pangan nabati maupun hewani. Hal
ini mulai menghasikan bibit unggul melalui hibridisasi dan
terbentuksnya strain ayam unggul sejak 1937 oleh John Kimber. Ini
merupakan awal dari Revolusi Hijau (Green Revolution).
Kenaikan hasil yang sama juga diperoleh dibidang peternakan. Sapi jinak pertama hanya menghasilkan susu ±300
kg/tahun, hampir tidak mencukupi untuk makan anaknya sampai disapih,
dan sampai sekarang produksi susu sapi asli (lokal) tetap sekian,
tetapi tahun 1973 sapi perah di Amerika Serikat menghasilkan susu lebih
dari 5000 kg/perekor/tahun.
Ayam jinak awalnya hanya bertelur 15-25
butir/tahun, tetapi telah mencapai 288 butir tahun 1973 dan dewasa ini
di Jepang bahkan mencapai 365 butir/ekor/tahun (Brown dan Eckholn,
1977).
1.2. Pertanian, Ternak dan Peternakan
Adanya penemuan pertanian telah memungkinkan manusia
terus-menerus melancarkan usaha untuk meningkatkan kapasitas produksi
pangan bumi. Pada umumnya aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dari produk tanaman, ternak, ikan dan aneka ternak dimasukkan
kedalam sektor pertanian. Dengan demikian di Indonesia peternakan
dimasukkan ke dalam subsektor pertanian dalam arti luas.
1.2.1. Definisi-definisi
Sebagai pengantar untuk mendalami ilmu peternakan,
maka dikemukakan beberapa defenisi yang berkaitan dengan ternak dan
lingkungan ternak.
a. Pertanian:
segala macam kegiatan manusia untuk mengambil manfaat guna memenuhi
kebutuhan hidupnya dari mengusahakan tanah dan tanaman dengan
pengorbanan beberapa input yang sesuai dengan komoditi tersebut.
b. Hewan (animal): semua binatang yang hidup didarat baik yang dipelihara maupun yang liar.
c. Ternak (livestock=domestic animal):
hewan jinak yang dipelihara yang seluruh kehidupannya mencakup
kandang, makanan, perkembangbiakan (reproduksi), kesehatan, pengelolaan
dan pemanfaatannya diatur oleh manusia. Manfaat yang diambil oleh
manusia berupa daging, susu, telur, wool, tenaga, pupuk, dan untuk
hiburan. Gajah di Thailand sudah banyak yang dijadikan ternak, namun
gajah dihutan Sumatera masih tetap berstatus hewan.
Dikenal beberapa kelompok ternak, yaitu:
1) Aneka ternak; adalah satwa
yang belum lazim diternakkan, tetapi dapat dan baru dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia, seperti kelinci, puyuh, kijang, lebah, rusa
dan merpati.
1) Ternak besar; jenis ternak yang bertubuh besar dan memamah biak, seperti sapi, kerbau, unta dan kuda.
2) Ternak kecil; seperti kambing, domba dan babi.
3) Ternak unggas (poultry); seperti ayam, itik dan kalkun.
Selain itu pengelompokan ternak juga didasarkan kepada sifat fisiologisnya, dikenal;
- Ternak ruminansia; sapi, kerbau, unta, kambing dan domba.
- Ternak monogastrik; babi dan kuda walaupun termasuk herbivora.
- Ternak unggas; ayam, itik dan kalkun.
d. Peternakan (husbandry, farming):
segala upaya manusia/seseorang untuk memelihara, mengembangbiakkan
ternak tertentu, guna mendapatkan manfaat sosial ekonomi, berupa susu,
telur, daging, kulit, wool, tenaga dan lainnya. Dikenal empat macam peternakan, yakni:
1) Peternakan sambilan;
Petani/peternak mengusahakan ternak disamping usaha pokoknya yang
mengusahakan komoditi lainnya. Ternak digunakan terutama untuk memenuhi
kebutuhan sendiri, dan jika menghasilkan pendapatan biasanya tidak
lebih dari 30%.
2) Peternakan sebagai cabang usaha;
Peternak mengusahakan pertanian/komoditi campuran dengan ternak sebagai
cabang usaha tani, dengan tingkat pendapatan antara 30-70%.
3) Peternakan sebagai usaha pokok;
Ternak sebagai usaha pokok dengan komoditi lain sebagai sambilan,
dengan pendapatan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan keluarganya
antara 70-100%.
4) Industri peternakan; Peternak mengusahakan peternakan khusus dengan tingkat pendapatan 100%.
Pada sisi lain sistem peternakan bisa ditentukan pula, yakni:
- Peternakan tradisional, ialah sistem peternakan yang hampir tidak menggunakan input teknologi yang berarti.
- Peternakan skala kecil (small holder). Kegiatan peternakan ditingkat keluarga dengan jumlah sedikit.
- Peternakan komersial, ialah segala kegiatan dibidang peternakan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan secara ekonomi.
Dilihat dari tingkat intensitas pencurahan tenaga kerja serta modal dan pengelolaan, maka peternakan dapat digolongkan menjadi:
1) Peternakan subsistance;
peternakan secara sambilan tanpa pencurahan tenaga pengelolaan
sebagaimana mestinya. Peternak hanya memiliki ternak, tetapi hampir
dipastikan tidak mengelolanya baik pemberian makanan, kandang dan
reproduksi sebagaimana seharusnya.
2) Peternakan semi intensif;
ternak mulai dikelola tetapi belum diberi input yang layak. Makanan
ternak kadang-kadang disabitkan atau diberi dari sisa-sisa rumah tangga.
3) Peternakan intensif;
ternak dipelihara dalam kandang sepenuhnya dan seluruh kebutuhan hidup
ternak dikendalikan oleh peternak. Dilihat dari produksinya, maka
peternakan subsistens sangat rendah, semi intensif sudah mulai lebih
baik, dan umumnya peternakan intensif selalu berproduksi secara
ekonomis dan efisien.
e. Usaha Peternakan:
merupakan suatu lapangan hidup dimana seseorang dapat menanamkan
modalnya (berupa sumber daya alam, sumber modal dan sumber daya
manusia), untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya atau
masyarakat.Peternakan bertujuan untuk menghasilkan produk berkualitas
secara efisien dan ekonomis.
f. Ilmu Peternakan:
ialah ilmu yang mempelajari hal ikhwal yang berhubungan dengan
kehidupan dan pengelolaan ternak berupa fisiologis, perkandangan,
lingkungan, makanan, reproduksi, kesehatan, panen dan pasca panen
produk ternak. Dengan kata lain ilmu yang mempelajari tentang breeding,
feeding dan manajemen ternak sesuai tujuan produksinya.
g. Jenis/species:
adalah sekelompok hewan atau tanaman yang mempunyai sifat-sifat baku
tertentu yang sama dan perkawinan antara satu dengan lainnya fertil,
contohnya sapi, kerbau, kambing dan unggas.
h. Bangsa/breed:
adalah sekelompok hewan/ternak yang berasal usul sama dan mempunyai
sifat khas yang menjadi ciri khas kelompok hewan tersebut dan tidak
dipunyai hewan dari jenis lain. Bangsa ditandai oleh hewan sejenis yang
memiliki sifat morfologis dan fisiologis yang sama atau hampir sama dan
sifat-sifat tersebut bisa diturunkan kepada keturunannya. Sapi terdiri
dari berbagai bangsa, seperti Angus, Hereford dan Simental, dan dapat
pula digolongkan kepada sapi asli/lokal, bangsa impor, serta sapi
perah, sapi pedaging dan dwiguna.
i. Varietas:
sekelompok hewan/ternak yang secara umum mempunyai sifat persamaan
tetapi diantara sifat-sifat tersebut ada perbedaan tertentu. Misalnya ayam Leghorn putih dan coklat; menghasilkan varietas White Leghorn dan Brown Leghorn.
j. Strain:
sekelompok ternak, terutama ayam yang mempunyai nilai ekonomis tinggi
(petelur dan pedaging) yang selalu disertai nama pemasarannya (Strain
Hubbard, Lohman, Arbor Acres) yang diperoleh melalui pengembangan
pemuliaan/genetik jangka panjang dan pada tahap ini pembibit memasukkan
darah dari kelompok lainnya. Setelah ciri khas yang diinginkan
diperoleh, maka kelompok tersebut dilanjutkan pemuliaan tertutup,
paling kurang lima generasi sebelum dipasarkan.
1.2.2. Produksi Peternakan
Hasil usaha peternakan dapat berupa:
a. Hasil pokok/utama, dalam bentuk;
- Bahan pangan, susu, daging, telur, kerupuk kulit.
- Tenaga/energi; hewan tarik/untuk mengolah lahan pertanian, transportasi.
- Wool untuk bahan pakaian.
b. Hasil ikutan/by product.
Disamping hasil utama dari ternak juga diperoleh hasil ikutan yang tidak kalah artinya bagi kehidupan manusia, seperti;
- Pupuk;
baik dari ternak besar, kecil maupun unggas dihasilkan pupuk kandang
yang sangat penting untuk memelihara kesuburan tanah pertanian.
- Kulit ternak setelah disamak mempunyai nilai tambah yang tinggi untuk bahan sepatu, tas dan lain-lainnya.
- Bulu, juga untuk sutlecock dan baju dingin.
- Tulang/tanduk, untuk membuat tepung tulang dan bahan gelatin.
- Darah, juga untuk tepung darah sebagai bahan makanan untuk ternak ayam.
- Pankreas (sapi, kerbau dan babi), setelah diekstrak dihasilkan hormon insulin untuk mengobatan diabetes mellitus.
c. Hasil yang tidak bisa dinilai secara ekonomis, tetapi mempunyai arti penting sebagai hiburan (fancy breeding).
SUMBER
Bahan Kuliah PIP oleh Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Hafil Abbas,MS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar